Menteri Lingkungan Hidup Soroti Faktor Ekologis dan Aktivitas Usaha Pemicu Banjir di Desa Bincau


SOEARAKALSEL.COM, BANJAR – Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan kunjungan langsung ke kawasan terdampak banjir di Desa Bincau, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Selasa.

Dalam kunjungannya, Hanif Faisol menegaskan bahwa persoalan banjir di wilayah tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakter alami kawasan serta aktivitas manusia yang tidak taat terhadap prinsip-prinsip lingkungan.

“Secara ekologis, wilayah Bincau merupakan kawasan rawa dan daerah simpanan air. Kondisi ini menjadikan wilayah tersebut sangat rentan tergenang, terutama saat intensitas hujan meningkat,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kawasan tersebut secara alami berfungsi sebagai tempat air berdiam dan tertampung sebelum mengalir ke sungai. Namun, ketika curah hujan tidak terlalu tinggi, kawasan tersebut kerap terlihat seperti daratan sehingga dimanfaatkan sebagai permukiman.

“Padahal secara ekologis, kawasan ini tidak pernah lepas dari risiko banjir. Ini adalah daerah air, bukan daratan kering,” katanya.

Menteri Lingkungan Hidup juga menekankan pentingnya menghidupkan kembali kearifan lokal dalam pembangunan permukiman, khususnya dengan mengadaptasi model rumah panggung sebagaimana yang dahulu diterapkan masyarakat di bantaran sungai.

“Rumah kita dulu itu panggung. Ini bentuk adaptasi yang tepat terhadap kondisi alam yang rawan genangan,” tuturnya.

Berdasarkan kajian Kementerian Lingkungan Hidup, Sungai Bincau saat ini mengalami penurunan fungsi ekologis akibat berbagai faktor, seperti sedimentasi serta aktivitas usaha di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS).

Tercatat terdapat sekitar 16 hingga hampir 20 entitas usaha di wilayah hulu DAS yang bergerak di sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan. Aktivitas pembukaan lahan oleh entitas-entitas tersebut diduga memperburuk daya tangkap air di kawasan DAS.

“Kami akan melakukan analisis menyeluruh dan mewajibkan seluruh entitas usaha tersebut menjalani audit lingkungan,” tegas Hanif Faisol.

Ia menambahkan, apabila hasil audit lingkungan oleh auditor independen menunjukkan adanya ketidakmampuan unit usaha dalam memenuhi kewajiban mitigasi bencana dan pengelolaan lingkungan, maka izin lingkungannya akan direkomendasikan untuk dicabut.

Saat ini, Tim Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup telah diterjunkan ke lapangan dan menyusuri wilayah Kalimantan Selatan bagian barat, mulai dari kawasan Pegunungan Meratus hingga daerah terdampak banjir, guna melakukan verifikasi lapangan secara menyeluruh.

Hanif Faisol juga mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2020–2021, lanskap Kalimantan Selatan berada dalam kondisi sangat rentan. Bahkan, curah hujan sekitar 100 milimeter per hari saja sudah cukup memicu banjir besar.

“Apalagi jika masih ditemukan pembukaan lahan di luar izin dan ketidaktaatan terhadap persetujuan lingkungan. Oleh karena itu, penertiban dan pengembalian ketaatan lingkungan menjadi prioritas utama,” pungkasnya. (Ang)
Lebih baru Lebih lama