SOEARAKALSEL.COM, BANJARMASIN – Skandal politik kian mencuat. LSM Sekutu (Sahabat Anti Kecurangan Bersatu) bersama WRC Indonesia (Watch Relation Corruption – Pengawas Aset Negara RI) mendatangi Ditreskrimsus Polda Kalimantan Selatan, Kamis (18/9).
Mereka menuntut aparat menindak tegas pihak-pihak yang diduga menikmati aliran dana korupsi pembelian tanah fiktif di Kabupaten Tanah Bumbu, yang disebut mengalir ke kepentingan politik.
Ketua WRC Kalsel, Hendarto Sudrajad, menuding proses hukum tebang pilih dan cenderung melindungi elit.
“Sejauh ini hanya tiga orang yang disidangkan. Padahal, penerima aliran dana seperti mantan Bupati Tanah Bumbu Zairullah Azhar dan anggota DPRD Kalsel dr. Yadi Mahendra belum dijadikan tersangka. Ini bentuk ketidakadilan nyata,” tegasnya.
Hendarto menyebut, dalam berkas perkara di SIPP PN Banjarmasin, dr. Yadi Mahendra diduga menerima Rp1 miliar untuk kampanye Pemilu 2024. Selain itu, Andi Agung juga disebut menerima Rp1,15 miliar guna mendukung pemenangan Yadi Mahendra, Rusdiansyah (DPRD Kalsel), dan Syamsul Alam (DPR RI).
“Dana korupsi dipakai untuk politik. Ini bukan sekadar tindak pidana korupsi, tapi juga merusak demokrasi,” ujarnya.
Juru bicara LSM Sekutu, Budi, menambahkan, penegak hukum terkesan hanya menjerat pemberi suap.
“Korupsi melibatkan pemberi dan penerima. Kalau hanya pemberi yang dihukum, logika hukum jadi pincang. Mengapa penerima tidak ikut diseret? Terlihat jelas ada upaya melindungi Zairullah dan Yadi Mahendra,” sindirnya.
Ketua LSM Sekutu, Aliansyah, menilai hukum di Kalsel tumpul ke atas.
“Kasus kecil rakyat langsung diproses sampai Jakarta. Tapi ketika menyentuh mantan bupati, aparat ciut. Ini bukti hukum kita tajam ke bawah, tumpul ke atas,” katanya.
Aliansyah juga menilai Kejaksaan lebih progresif dibanding Polda Kalsel.
“Kejaksaan Kalsel berani menetapkan mantan bupati Tabalong dan mantan Sekda Balangan sebagai tersangka. Sementara Polda Kalsel terkesan hanya pura-pura bekerja,” ujarnya.
Kasus ini berawal dari dugaan pembelian tanah fiktif oleh Pemkab Tanah Bumbu. Anggaran negara dipakai membeli tanah milik negara, lalu hasil transaksinya diduga dialirkan untuk kepentingan politik sejumlah tokoh.
“Kenapa hanya bawahan yang jadi tumbal? Bupati yang merancang anggaran justru tak tersentuh. Ini skandal besar yang harus dibongkar tuntas,” tutup Aliansyah. (Ang)
Tags
Hukum & Kriminal